Archive for April 2013




Astronom baru-baru ini berhasil menemukan sebuah galaksi yang mengubah gas yang ada disekitarnya menjadi bintang-bintang. Uniknya galaksi ini membakar gas tersebut dengan tingkat efisiensi pembakaran mencapai 100 persen. Astronom menemukan galaksi tersebut setelah melakukan pengamatan melalui IRAM Plateau de Bure interferometer di pegunungan Alpen Prancis, NASA's Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) dan teleskop Hubble NASA.

"Galaksi tersebut membakar gas mirip seperti mesin mobil bertenaga gas dan galaksi itu memiliki "mesin" gas yang sangat efisien" ungkap Jim Geach dari McGill University sebagai penulis utama dari penelitian ini di jurnal astrofisika. "Galaksi ini mirip sebuah mobil sport, bedanya galaksi ini merubah gas menjadi bintang pada tingkatan perubahan yang paling efisien," tambahnya lagi.

Galaksi yang bernama SDSS J1506 +54 itu ditemukan ketika astronom sedang melihat data survei infrared yang dihasilkan oleh WISE dan galaksi tersebut memiliki sinar inframerah yang begitu jelas yang setara dengan seribu miliar kali Matahari kita. "Karena WISE mampu mengamati seluruh bagian langit, maka galaksi ini terlihat sangat jelas dari objek yang lain," ucap Ned Wright dari UCLA selaku peneliti utama dari WISE.
"Galaksi ini membentuk bintang-bintangnya ratusan kali lebih cepat dari galaksi Bima Sakti kita dan ini merupakan proses pembentukan bintang yang paling ekstrim," ungkap Jim Geach. Astronom dengan menggunakan instrumen Iram Plateau de ure interferometer mengukur jumlah gas yang ada pada galaksi tersebut. Hasilnya dideteksi adanya sinar gelombang dari karbon monoksida sebagai indikator dari adanya gas hidrogen yang merupakan bahan bakar bintang.


Dari data tersebut kemudian astronom menggabungkannnya dengan data WISE dan Iram (untuk mengukur massa gas) dan para astronom berhasil mendapatkan ukuran efisiensi pembentukan bintang. Hasilnya menunjukkan bahwa afisiensinya mencapai batas maksimum teoritis yang dikenal dengan sebutan batas Eddington. Tepat didaerah pembentukan bintang baru, awan gas di dekatnya kemudian runtuh karena gravitasinya.

Saat gas memadat dan memiliki kekuatan untuk menekan atom  untuk memicu reaksi fusi nuklir, maka bintang baru akan lahir dan pada saat yang sama angin dan radiasi dari bintang-bintang baru tersebut dapat mencegah pembentukan bintang baru lainnya dengan menekan gas yang ada di sekitarnya untuk mencegah keruntuhan awan dan gas yang lebih besar.

Batas Eddington merupakan batas titik dimana gaya gravitasi menarik gas secara bersamaan yang besarnya seimbang dengan tekanan yang keluar dari bintang. Apabila melebihi batas Eddington tersebut maka wan gas akan meledak dan proses pembentukan bintang akan terhenti. "Kami melihat gas mengalir keluar dari galaksi ini jutaan mil perjam dan kemungkinan gas ini terdorong oleh radiasi yang kuat dari bintang-bintang yang ada di sana," ungkap Ryan Hickox, astrofisikawan dari Dortmouth College, Hanover.

Hal yang menyebabkan galaksi SDSS J1506 +54 menjadi sangat luar biasa adalah kemampuannya menghasilkan bintang yang sangat cepat dan periode evolusi galaksi yang juga sangat singkat yag kemungkinan galaksi tersbuet merupakan penggabungan dari dua galaksi yang berbeda. Diperkirakan beberapa puluh juta tahun lagi galaksi tersbeut akan kehabisan gas dan akan berubah menjadi galaksi elips yang besar*Wikipedia


Selama ini banyak orang berangkapan jarak Bumi ke Matahari yang selamaini diketahui hanyalah bohongan atau rekayasa (ngawak-ngawak) namun bagi orang yang Pintar mereka akan menelusuri seluk beluknya bagaimana para Ilmuwan mengetahui jarak Bumi ke Matahari, 

Dan ternyata caranya adalah sebagai berikut :

lintasan bumi ke matahari bukan lingkaran bulat seperti yang diajarkan di SD melainkan berbentuk elips / oval sehingga jarak bumi-matahari selalu berubah-ubah, yang terpendek adalah perihelium dan yang terjauh aphelium.


Dengan hukum keppler dan dengan mengetahui lama revolusi bumi yaitu 365 hari, massa bumi (yang sudah kita hitung sebelumnya) dan massa matahari (dihitung dengan jari-jari dan volumenya dan kerapatan massa-nya dan magnitudo cahayanya), saya telah mendapatkan besarnya perihelium & aphelium sbb:
aphelium: 154,000,000 km
perihelium : 149,000,000 km


cara lain adalah kita tahu bahwa cahaya matahari terlambat 8.3 menit* dan kecepatan cahaya adalah 3x10^8 m/s sehingga jarak tempuhnya adalah:
=8.3 x 60 x 3x10^8 m
=149 000 000 km

keterlambatan ini bisa dihitung dari panjang gelombang sinar matahari yaitu ultra-violet yang bergeser beberapa nanometer dari panjang gelombang yang dihasilkan oleh proses termonuklir

**Jadi jangan beragapan Jika Ilmuwan cuma (ngawak-ngawak) karena ditinjau dari namanya mereka pasti orang ber-Ilmu.
.
 n ame   title
Teleskop yang dipakai Oleh Galileo Galleli

Dua lensa refraksi yang disusun antar objek dan mata penonton membentuk teropong Galileo. Teropong yang dibuat oleh Galileo sekarang lebih dikenal dengan sebutan teropong panggung. Sir Issac Newton menemukan teleskop refleksi cermin, suatu versi yang lebih canggih dari teropong Galileo dengan menggunakan suatu cermin cekung untuk merefleksikan gambaran yang dipandang ke dalam piringan datar atau lensa mata, teleskop refleksi mampu memisahkan objek yang tidak jelas atau menjauhkan jarak objek yang berdekatan. Pada tahun 1781, William Herschel mengguanakan suatu teleskop dengan ketinggian 40 kaki(12,91 m) untuk menemukan planet Uranus. Karl Gothe Jansky, seorang eksponen radio astronomi adalah orang pertama yang menemukan gelombang radio yang keluar daribintang dan galaksi yang jauh. Pada tahun 1957, di tepi sungai Jodnel di Inggris dibangun teropong permanen utama untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1610, Galileo yang awalnya menciptakan alat berdasarkan temuan Lippershey. Teleskop pertamanya memiliki pembesaran 8 kali lipat. Ia terus mengasah lensanya hingga akhirnya berhasil diperoleh pembesaran 32 kali lipat. Dengan teleskopnya, ia mengamati fase-fase planet Venus, empat bulan Jupiter, cincin Saturnus (saat itu istilah cincin pada planet belum dikenal), dan bintik-bintik matahari. Galileo bahkan melakukan pengukuran terhadap bayangan-bayangan di Bulan yang membawanya pada kesimpulan bahwa gunung-gunung yang ada di permukaan bulan jauh lebih tinggi daripada yang ada di Bumi.
Teleskop ciptaan Galileo serupa dengan teleskop yang digunakan untuk pertunjukan opera yang fungsi utamanya adalah memperbesar objek. Pengaturan lensanya memiliki kekurangan dalam batasan pembesaran yang bisa diperoleh. Galileo hanya bisa melihat tidak lebih dari seperempat bagian bulan tanpa memindahkan teleskopnya. Meski begitu konsep Galileo ini masih menjadi panutan teleskop generasi berikutnya. Inilah yang dikenal dengan nama teleskop refraksi atau refraktor, yaitu teleskop yang mempergunakan lensa untuk membengkokkan cahaya.
Tahun 1704, Sir Issac Newton mengumumkan dibuatnya konsep baru dalam desain teleskop. Newton menyatakan bahwa lensa dapat memecah cahaya putih menjadi spektrum cahaya yang membentuknya hingga menyebabkan sesuatu yang disebut lenturan kromatik, yaitu lingkaran cahaya kemerahan di sekitar objek yang dilihat dengan menggunakan cermin. Newton menghindari masalah tadi dalam teleskop rancangannya dengan memakai cermin lengkung yang digunakan untuk mengumpulkan sinar dan memancarkan kembali ke titik fokusnya. Cermin pemantul itu bertindak sebagai semacam keranjang pengumpul cahaya dimana semakin besar keranjang, semakin banyak cahaya yang bisa dikumpulkan. Teleskop Newton ini disebut teleskop refleksi atau reflektor.
Tidak seperti pada teleskop reflektor, pembuatan teleskop refraktor cenderung lebih rumit. Untuk menghindari penyimpangan bayangan (abrasi), lensa teleskop refraktor harus dibuat dengan sangat cermat. Lensa yang besar akan cenderung menyerap cahaya yang menembusnya, sementara bobotnya yang berat juga mempersulit proses pembuatannya. Karena itu, saat ini seluruh teleskop berukuran besar yang digunakan dalam astronomi berjenis reflektor.
Dari akhir 1800an hingga kini ada persaingan dalam membuat teleskop refraktor terbesar. Pada tahun 1897, teleskop refraktor terbesar di dunia saat itu adalah refraktor 102 cm milik Observatorium Yerkes di Amerika Serikat. Di tahun 1928, teleskop refraktor gandaDari akhir 1800an hingga kini ada persaingan dalam membuat teleskop refraktor terbesar. Pada tahun 1897, teleskop refraktor terbesar di dunia saat itu adalah refraktor 102 cm milik Observatorium Yerkes di Amerika Serikat. Di tahun 1928, teleskop refraktor ganda Zeiss dengan diameter lensa 60 cm yang digunakan di Observatorium Bosscha, Lembang, menduduki peringkat kedua sebagai teleskop refraktor terbesar.Tahun 1946, diciptakan refraktor 66 cm milik Observatorium Mount Stromlo di Australia. Teleskop ini menjadi yang terbesar kedua menggeser Bosscha namun teleskop ini telah musnah akibat kebakaran yang melanda Observatorium Mount Stromlo pada 2003 lalu. Sementara itu, refraktor milik Observatorium Yerkes kini telah dipensiunkan, oleh karena itu teleskop refraktor di Observatorium Bosscha menjadi teleskop refraktor terbesar di dunia yang masih dioperasikan. Selain itu, teleskop tersebut juga memegang rekor sebagai teleskop refraktor ganda terbesar di dunia, yaitu teleskop refraktor yang lebih kecil kesemuannya.
Pada tahun 1976, perkembangan teleskop generasi selanjutnya adalah kembali memaksimalkan penggunaan cermin reflektor. Jika Newton menggunakan cermin dengan diameter sekitar 15 cm, maka Special Astrophysical Observatory di Zelenchukskaya, Rusia, menggunakan cermin berdiameter hingga 6 m. Dengan ukuran sebesar itu, teleskop ini cukup kuat untuk menangkap cahaya lilin dari jarak hingga 24.000 km. Namun demikian, penggunaan cermin berukuran besar bukannya tidak mengundang masalah. Cermin berdiameter diatas 4 m rentan terhadap distorsi.
    Pada tahun 1996, Untuk mengatasi masalah yang ada pada teleskop di Rusia, diciptakan teknologi cermin ganda. Salah satu contohnya adalah seperti yang digunakan pada teleskop reflektor terbesar di dunia saat ini di Observatorium Mauna Kea, Hawaii.

Teropong

Bagi para Atromania yang gemar mengamati bintang-bintang di luar angkasa, dan jika kalian hendak memembeli sebuah Teleskop Bintang, ada baiknya jika anda membaca postingan saya yang satu ini.
  1. Carilah teleskop dengan panjang fokal setidaknya 900 mm, sebab semakin panjang maka semakin besar magnifernya. Dipasaran ada banyak variabel, 90090, 90080, 90070, 90060, 80080~80060, 70070, 70060, tiga angka pertama adalah panjang fokus, dan dua angka terakhir adalah dimeter tubenya.
  2. Cari lebar lensa Objective sebesar mungkin, ( 90mm ) ini membuat bidang pandang lebih luas dan memudahkan anda untuk mencari objek angkasa.
  3. Cari juga lubang diameter cermin pembaliknya yang lebar, ini berpengaruh pada kenyamanan anda saat mengamati benda angkasa, sebab objek angkasa cepat sekali menghilang dan anda harus set kemiringan teleskope kembali.
  4. Cari mekanisme (swing dan Rotate ) teleskope yang simple, hingga memudahkan anda untuk tracking, dan bisa diputar lembut mengikuti kecepatan revolusi planet.
  5. Cari juga teleskope dengan banyak acessories eyepicebarlow dan filter, ini akan menambah kenyamanan anda dan memaksimalkan fungsi teleskope pertama anda. Semoga bermanfaat, trims. (a maze b)

Seorang yang Kreatif memang penuh dengan kemampuannya tersendiri*(Deniel Prasetyo) di dunia Astronomi kita akan menemukan berbagai macam hal dan peralatan salah satu contoh yang juga akan saya bahas pada hari ini adalah Teleskop Bintang  yang memang sudah beredar luas di toko-toko astronomi maupun toko peralatan sekolah(khusus lap IPA) ,dikarenakan hargannya mahal orang kreatf ini berfikir bagaimana cara saya mengamati bintang tanpa mengeluarkan banyak uang??, yaitu dengan membuat benda itu sendiri. 


**Gambar di ambil dari Photobucket.com

Alat-alat yang Harus disiapkan :

  1. Lensa Objectif (LUP) bisa di jumpai di toko yang menyediakan Alat-alat Lap IPA
  2. Pipa PCV dan Perlup(Lem pipa)
  3. Perkakas Pendukung seperti gunting, pisau,dll
  4. Lensa Okuler (Bisa pake lensa binokuler atau lensa Mikroskop atau lensa dengan diameter 2,5M)


Tahapan yang dilalui :

  1. Tentukan panjang badan teleskop dahulu. Dengan rumus fisika yang sudah kita ketahui yaitu : fob + fok = L
  2. Potong pipa PVC yang panjangnya sudah diketahui.
  3. Letakkan lensa objektif kedalam sambungan pipa, lalu sambungkan sambungan pipa yang sudah berisi lensa tadi diujung paling depan pipa PVC yang udah diukur.
  4. Pasangkan Perlup di bagian belakang pipa
  5. Letakkan Okuler di Perlupnya
          


Prosesnya mudahkan namun ada beberapa bagian yang sulic dicari(dibel) salahsatunya adalah Lensa Okuler tapi tenang benda itu bisa di cari di toko online.















Para Astromania dan semua blogger mania jika ada diantara kalian yang mau mengikuti blog ini ataupun diikuti, tanpa panjang lebar langsung tuliskan nama blogger kamu dengan lengkap fanspage blogger ini DISINI maka secara langsung akan saya follow tetapi ingat setelah saya follow anda juga harus memfollow saya. Terimakasih telah berpartisipasi dengan blogger ini *http://astronomedia.blogspot.com



Sebelumnya, teori mengatakan bahwa waktu itu tak terbatas, akan tetapi teori baru mengatakan sebaliknya. Sejauh yang bisa dikatakan para astrofisikawan, alam semesta mengembang dengan kecepatan tinggi dan cenderung akan tetap demikian untuk jangka waktu yang tak terbatas. Akan tetapi sekarang beberapa fisikawan mengatakan bahwa teori ini yang disebut "pengembangan abadi" dan implikasinya bahwa waktu tak ada akhirnya, merupakan suatu masalah bagi para ilmuwan untuk mengkalkulasi probabilitas setiap kejadian. 

Dalam makalah baru, mereka mengkalkulasi bahwa waktu cenderung akan berhenti dalam 5 milyar tahun mendatang yang disebabkan oleh sejenis malapetaka yang tak ada satupun hidup pada waktu itu untuk menyaksian kejadian tersebut.

Para fisikawan yakni Raphael Bousso dari Universitas California, Berkeley, bersama rekan-rekannya mempublikasikan makalah yang berisi rincian teori mereka di arXiv.org. Dalam makalah tersebut, mereka menjelaskan bahwa pada suatu alam semesta abadi, kejadian-kejadian yang paling mustahil pun akhirnya akan terjadi, dan tak hanya terjadi tapi terjadi dalam jumlah yang tak terbatas. Oleh karena probabilitas atau peluang diartikan dalam lingkup kelimpahan relatif kejadian-kejadian, maka tak ada gunanya menentukan tiap probabilitas karena setiap kejadian akan cenderung terjadi dengan sama.

"Jika memang terjadi di alam, pengembangan abadi memiliki implikasi-implikasi yang luar biasa besar," seperti yang ditulis Bousso dan rekan-rekannya dalam makalah mereka. "Tipe kejadian atau peristiwa apa pun yang memiliki probabilitas yang tidak bernilai nol, akan terjadi banyak kali secara tak terbatas, biasanya pada wilayah-wilayah terpisah yang tetap selamanya di luar hubungan sebab. Hal ini meruntuhkan dasar prediksi-prediksi probabilistik eksperimen-eksperimen yang dilakukan dalam dunia sehari-hari. Apabila secara tak terbatas banyak orang di seluruh alam semesta memenangkan undian, pada bidang apa seseorang masih bisa mengklaim bahwa memenangkan undian itu mustahil? Pastinya ada juga banyak orang yang tidak menang undian, tapi dalam pengertian apa jumlah mereka lebih banyak? Dalam eksperimen-eksperimen sehari-hari seperti mengikuti undian, kita memiliki aturan-aturan jelas untuk membuat prediksi-prediksi dan menguji teori-teori. Akan tetapi jika alam semesta mengembang selamanya, kita tak lagi mengetahui mengapa aturan-aturan ini berfungsi.

"Untuk melihat bahwa hal ini bukanlah semata-mata merupakan maksud filosofis, hal tersebut membantu mempertimbangkan eksperimen-eksperimen kosmologis di mana aturan-aturan tersebut agak kurang jelas. Sebagai contoh, seseorang ingin memprediksi atau menjelaskan keistimewaan Latar Gelombang Mikro Kosmik, atau teori lebih dari satu vakum, seseorang mungkin ingin memprediksi sifat-sifat terduga dari vakum tersebut yang kita ketahui sendiri, seperti massa Higgs. Hal ini memerlukan komputasi jumlah relatif observasi-observasi nilai-nilai berbeda massa Higgs tersebut, atau langit Latar Gelombang Mikro Kosmik. Akan ada banyak contoh-contoh tak terbatas setiap pengamatan yang mungkin dilakukan, jadi apa itu probabilitas? Hal ini dikenal sebagai "masalah pengukuran" pengembangan abadi."

Para fisikawan menjelaskan bahwa satu solusi terhadap masalah ini ialah untuk menyimpulkan bahwa waktu pada akhirnya akan berhenti. Maka akan ada jumlah terbatas peristiwa yang terjadi di mana kejadian-kejadian mustahil terjadi lebih sedikit daripada kejadian-kejadian yang mungkin.

Pemilihan waktu "penghentian" ini akan mengartikan rangkaian kejadian-kejadian yang diperkenankan. Oleh karena itu para fisikawan mencoba mengkalkulasi kemungkinan kapan waktu akan berhenti yang menghasilkan lima pengukuran penghentian berbeda. Pada dua dari lima skenario ini, waktu memiliki 50% peluang berhenti dalam waktu 3,7 milyar tahun. Pada dua skenario lainnya, waktu memiliki 50% peluang untuk berhenti dalam 3,3 milyar tahun.

Pada skenario kelima yang merupakan skenario terakhir, skala waktu sangat singkat (dalam urutan waktu Planck). Pada skenario ini, para ilmuwan mengkalkulasi bahwa "waktu akan sangat besar cenderung berhenti pada detik berikutnya." Untungnya, kalkulasi ini memprediksikan bahwa kebanyakan orang adalah "bayi-bayi Boltzmann" yang timbul dari gejolak-gejolak kuantum pada permulaan alam semesta. Oleh karena kebanyakan dari kita bukan "bayi-bayi" tersebut, para fisikawan bisa mengeluarkan skenario ini (sudah pasti).
Bagaimana akhir waktu tersebut seperti yang dirasakan oleh orang-orang pada waktu itu? Sebagaimana yang dijelaskan oleh para fisikawan, orang-orang tersebut tak akan pernah mengetahuinya. "Orang-orang pada masa itu akan tak terelakkan berada dalam penghentian sebelum menyaksikan kematian semua sistem lainnya," seperti yang ditulis oleh para ilmuwan. Mereka membandingkan batas penghentian waktu tersebut dengan ufuk lubang hitam.

"Batas tersebut dapat diperlakukan sebagai suatu obyek dengan sifat-sifat fisik termasuk temperatur," menurut para fisikawan dalam makalah mereka. "Sistem-sistem materi yang bertemu dengan akhir waktu di termalisasi di ufuk ini. Hal ini mirip dengan gambaran orang yang berada di luar tentang suatu sistem materi yang jatuh ke dalam sebuah lubang hitam. Namun, hal yang sangat baru ialah pernyataan bahwa kita mungkin mengalami termalisasi pada waktu melewati ufuk lubang hitam." Sekalipun begitu termalisasi "sistem materi" tetap saja tak akan menemukan sesuatu yang tak biasa ketika melewati ufuk ini.

Bagi mereka yang merasa tak nyaman terhadap berhentinya waktu, para fisikawan memperhatikan bahwa ada solusi-solusi lain untuk mengukur masalah tersebut. Mereka tidak mengklaim bahwa kesimpulan mereka bahwa waktu akan berhenti itu benar, hanya hal tersebut secara logika mengikuti dari suatu rangkaian asumsi. Jadi mungkin salah satu dari ketiga asumsi yang menggarisbawahi kesimpulan itu malahan tidak benar.

Asumsi yang pertama ialah bahwa alam semesta itu sedang mengembang selamanya, yang merupakan konsekuensi relativitas umum dan sangat didukung oleh bukti eksperimental yang diamati selama ini. Asumsi kedua ialah bahwa definisi probabilitas didasarkan pada frekwensi relatif suatu kejadian, atau apa yang disebut oleh para ilmuwan sebagai asumsi tipikalitas. Asumsi ketiga ialah bahwa jika waktu ruang memang tak terbatas, maka satu-satunya cara untuk menentukan probablitas suatu kejadian ialah membatasi atensi seseorang kepada suatu bagian terbatas dari alam-alam semesta yang tak terbatas. Beberapa fisikawan lainnya memperhatikan alternatif-alternatif asumsi ketiga ini.

Apapun yang terjadi dalam 3,7 milyar tahun mendatang, makalah Bousso dan rekan-rekannya mungkin akan menimbulkan bermacam-macam reaksi dalam waktu dekat ini*Supomo

Dalam fisika dan fiksi, wormhole (lubang cacing) adalah jalan pintas melalui ruang dan waktu. Hingga sekarang masih belum diketahui apakah lubang cacing terbentuk secara alami. Jika lubang cacing benar ada, untuk membuat lubang cacing tetap terbuka, sejenis materi akan dibutuhkan. Jika tidak, lubang cacing akan hilang dengan sangat cepat setelah terbentuk. Jika digambarkan melalui bidang datar, seperti kertas yang dilipat, lubang cacing membengkokan bidang tersebut, sehingga kedua ujung akan saling bertemu (seperti pada gambar).

Istilah lubang cacing pertama kali digunakan oleh John Archibald Wheeler tahun 1957. Namun, pada tahun 1921, matematikawan Jerman Hermann Weyl telah mengusulkan teori lubang cacing.

Wormhole posisinya bisa dikatakan berada didalam lubang hitam. Diteorikan wormholememiliki momentum angular (berotasi). Utamanya wormhole hanyalah sekedar teori dan hipotesa penyelesaian persamaan medan Einstein. Tidak ada fakta wormhole ada. Bahkan secara teori pun wormhole tidak mungkin ada.

Penyelesaian geometri Schwarzschild mengandung unsur, sebuah lubang hitam, sebuah lubang putih(lubang hitam di semesta lain), dan dua buah semesta yang (horizon-nya) dihubungkan oleh wormhole (lubang cacing). Semisal penggambaran berikut,

Diteorikan wormhole ini adalah terowongan ruang dan waktu. Tidak seperti black hole yang hanya memiliki satu bukaan, maka wormhole memiliki 2 bukaan. Karena itu memungkinkan dari teori ini bahwa kita dapat mundur ke waktu yang lalu. walaupun mekanismenya terkait erat dengan keberadaan materi eksotic, yang bermassa negatif, dengan efek gravitasi negatif, untuk memanipulasi geometri ruang-waktu. Hanya saja hal ini memerlukan energi yang teramat sangat tinggi, hampir tidak masuk akal dalam kapasitas manusia*Astronomi.us

Melalui reka ulang Big Bang, ilmuwan mengaku mampu mempelajari bagaimana semesta tercipta. Pertunjukan kembang api menakjubkan ini seperti kembang api di langit malam.
Gambar ledakan ini merupakan gambaran kelahiran semesta. Gambar komputer ini merupakan hasil eksperimen ‘big bang’ yang dilakukan ilmuwan CERN, rumah Large Hadron Collider (LHC), di Jenewa, Swiss.
Dalam upaya menentukan cara semesta muncul, ilmuwan membuat reka ulang ledakan sub-atom (seperti saat terjadinya Big Bang) menggunakan partikel berukuran atom. Para ilmuwan ini menembakkan partikel melalui akselerator 25,7 kilometer di kecepatan cahaya.

Saat partikel bertabrakan di ruang hampa bersuhu lebih dingin dari -271 derajat Celcius, pertunjukkan luar biasa pun terjadi. “Partikel sub-atom merupakan blok pembangun atom dan umum ditemui di semesta,” ujar juru bicara CERN Christine Sutton.
Mempelajari partikel ini bisa membuat kita mengetahui bahan pembuat semesta dan cara munculnya, lanjutnya. “Jejak yang muncul kami ukur. Jejak ini diberi warna mewakili energinya. Biru mewakili energi tinggi dan merah lebih rendah,” katanya seperti ditulis Dailymail.
CERN merupakan tempat untuk menangani sejumlah tenaga tak terbayangkan. Saat ilmuwan menggunakan 9.300 magnet untuk menembakkan dua ion super cepat, panas yang dihasilkan mencapai 100.000 kali lebih panas dari matahari*Majalah Astronomikita


Peneliti menemukan bahwa 10 dari 1 Juta bintang di Bima Sakti setidaknya memilikiplanet yang dapat dihuni layaknya Bumi. Kemungkinan ini ditemukan, setelah selama enam tahun para peneliti menjelajah jutaan bintang.

Peneliti Jerman dari St Andrews University, Martin Dominik mengatakan, "Walaupun dalamgalaksi ini hanya ada satu planet yang berpenghuni, tetapi masih ada 100 miliar kemungkinan lagi di alam semesta ini." Dirinya menambahkan, "Kami masih belum memiliki bukti kehidupan di planet lain, namun dengan angka sekian banyak, kita tidak mungkin hanya satu-satunya yang hidup. Ada sejumlah planet yang kita pikir ada kehidupan, sedikit yang kita percaya kondisinya tepat."

Sudah ada 1.000 planet yang terdeteksi di dalam galaksi kita, tapi penemuan ini menggunakan dua metode yang berbeda. Peneliti melakukan 500 pengamatan antara tahun 2002 dan 2007 menggunakan pengamatan bintang beresolusi tinggi. Sisanya, mereka menggunakan analisis statistik untuk memperkirakan berapa banyak planet yang ada di tiap tata surya.

Metode ketiga yang dikenal gravitational microlensing, para astronom mampu mengenali planet yang memiliki jarak sama dengan bintangnya, seperti Bumi, tanpa melihatnya secara langsung. Peneliti dari University of Copenhagen, Uffe Grae Jorgensen mengatakan bahwa penemuan mereka menunjukkan bahwa rata-rata ada empat planet yang mengorbit sekitar bintang dengan jarak yang sesuai*Majalah Astronomikita 

Astronom berpandangan bahwa planet terbentuk ketika debu yang ada di piringan protoplanet (terdiri atas gas dan debu) membentuk bongkahan batu dan secara bertahap membangun bola lebih besar hingga menjadi planet.

Bumi dan planet lain di Tata Surya terbentuk dengan proses yang sama. Diperkirakan, waktu terbentuknya Bumi dan planet lain ialah 4,5 miliar tahun yang lalu.
Sebelumnya, astronom berpikir bahwa molekul kehidupan terbentuk setelah ada planet. Namun, pemodelan terbaru menunjukkan bahwa molekul kehidupan bisa saja terbentuk sebelum ada planet.
Geologi Fred Ciesla dari University of Chicago dan Scott Sandford dari Ames Research Center NASA di California adalah ilmuwan yang melakukan pemodelan komputer tersebut.

Berdasarkan pemodelan, keduanya mengatakan bahwa debu di piringan protoplanet bisa terpapar oleh sinar ultraviolet sehingga membentuk senyawa organik.

Senyawa organik adalah senyawa yang terdapat pada makhluk hidup. Senyawa ini meliputi asam amino, protein, karbohidrat, basa nukleus dan juga asam nukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA).
Sebelumnya, Sandford mnelakukan eksperimen dengan melakukan pemaparan UV ke butir debu yang tertutupi es. Ia menemukan, UV bisa memutus ikatan pada material dan memungkinkan pembentukan molekul kompleks.
Permasalahan saat itu, Sandford tak yakin mekanisme yang sama bisa bekerja pada debu di piringan protoplanet sehingga memungkinkan pembentukan molekul organik.

Pemodelan yang dilakukan membuktikan bahwa mekanisme itu bisa terjadi. Piringan protoplanet cukup dinamis sehingga debu bisa terbawa ke tepian piringan dan terpapar UV dari bintang.
"Hasil ini mengagumkan karena begitu natural. Kami tak harus membuat kondisi spesial dalam pemodelan kami. Kami menemukan semua yang kami harapkan bekerja dengan sempurna," ungkap Ciesla seperti dikutip Space, Kamis (29/3/2012).

Menurut Ciesla, dinamika dan proses itu tak cuma terjadi di Tata Surya, tetapi juga sistem keplanetan yang lain secara umum.
Meski demikian, hasil pemodelan belum mampu menjawab bagaimana senyawa organbik bisa sampai ke Bumi

Kosmolog asal Rusia, Vyacheslav Dokuchaev, berpendapat bahwa kehidupan bisa saja terdapat di lubang hitam supermasif. Menurutnya, dalam lubang hitam supermasif sebenarnya terdapat kondisi yang mendukung kehidupan. Makhluk yang hidup dalam lubang hitam akan berevolusi menjadi makhluk yang paling maju di semesta.

Tentu saja pendapat Dokuchaev ini mencengangkan. Pasalnya, hingga sejauh ini, ilmuwan hanya memprediksikan bahwa kehidupan terdapat di Mars dan planet ekstrasurya, dan itu pun belum terbukti. Di samping itu, diyakini bahwa lubang hitam memiliki gravitasi kuat yang mampu menyedot apa pun ke dalamnya. Rasanya tidak mungkin ada kehidupan di sana.

Namun, Dokuchaev menjelaskan bahwa ada bukti kemungkinan kehidupan di lubang hitam dalam jurnal arXiv Cornell University, AS. Ia mengatakan bahwa di dalam lubang hitam ada sebuah wilayah di mana foton bisa tetap ada dalam orbit periodik yang stabil. Menurutnya, jika ada foton yang bisa 'selamat', maka sangat mungkin ada planet yang juga eksis.
Orbit stabil itu hanya terdapat setelah melewati horizon peristiwa, mulut dari lubang hitam, di mana tak ada keteraturan ruang dan waktu. Melampaui horizon peristiwa, terdapathorizon Cauchy di mana ruang dan waktu kembali stabil. Di horizon itulah, menurut Dokuchaev, kehidupan terdapat.

Seperti dikutip Daily Mail, Jumat (7/10.2011), Dokuchaev mengatakan, "Ruang dalam lubang hitam supermasif dihuni oleh peradaban yang sangat maju, tak terlihat dari luar." Ia mengatakan bahwa kehidupan yang ada sudah tergolong Type III dalam skala Kardashev, jauh dari manusia yang ada pada Type I.

Skala Kardashev adalah sebuah skala yang dikembangkan oleh astronom Rusia, Nikolai Kardashev, untuk mengukur kemajuan sebuah peradaban secara astronomi. Type I ialah peradaban yang mampu memanfaatkan potensi planet yang dihuni, Type II adalah peradaban yang mampu memanfaatkan potensi tata suryanya, dan Type III bisa memanfaatkan potensi galaksinya.

Betapapun hebatnya argumen Dokuchaev, hal itu sulit untuk dibuktikan. Kita mungkin tak akan tahu apakah pendapat Dokuchaev benar atau salah sebab mengobservasi lubang hitam dan interiornya masih merupakan tantangan besar saat ini. Mungkin, pendapat Dokuchaev hanya akan bertahan sebagai teori*Vyacheslav Dokuchaev*Kompas.com*Astronomedia.blogspot.com




Hipotesis Gaia pertama kali disampaikan oleh James Lovelock dan Lynn Margulis pada 1970. Hipotesis ini menyatakan bahwa fisik bumi dan proses biologi sangat berhubungan untuk membentuk suatu sistem yang hidup dan memiliki aturan sendiri. Hipotesis ini menganggap bumi sebagai suatu organisme tunggal.

Sebuah penemuan baru dariUniversitas Maryland, Amerika Serikat dapat memberikan kunci untuk menjawab misteri bumi sebagai organisme hidup raksasa sesuai prediksi hipotesis Gaia.

Kuncinya, belerang yang dapat memungkinkan para ilmuwan untuk membuka interaksi tersembunyi antara organisme laut, atmosfer, maupun daratan. Interaksi tersebut mungkin menyediakan bukti yang mendukung teori terkenal ini.

Salah satu prediksi awal hipotesis ini bahwa harus ada suatu senyawa belerang yang dibuat oleh organisme di lautan yang cukup stabil terhadap oksidasi dalam air. Kondisi ini memungkinkan komponen belerang berpindah ke udara.


Entah senyawa belerang itu sendiri, atau produk oksidasi atmosfer, harus dapat mengembalikan belerang dari laut ke permukaan tanah. Kandidat yang paling mungkin untuk peran ini yakni dimethylsulfide (DMS), yakni cairan yang mudah terbakar dan tidak mudah larut dalam air. Cairan ini mendidih pada suhu 37 derajat celcius.

Publikasi temuan terbaru ini diterbitkan di Universitas Maryland, AS oleh penulis utama, Harry Oduro, bersama dengan ahli geokimia UMD, James Farquhar, dan ahli bilogi kelautan, Kathryn Van Alstyne dari Universitas Western Washington, AS.

Mereka menggunakan alat untuk melacak dan mengukur pergerakan belerang melalui organisme laut, atmosfer, dan daratan. Beberapa cara berguna untuk membuktikan atau menyangkal teori kontroversial Gaia. Studi mereka muncul di jurnal Edisi OnlineProceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Menurut Oduro dan rekan-rekannya, karya ini menyajikan pengukuran langsung pertama dari komposisi isotop dimethylsulfide dan pendahulu dimethylsulfoniopropionate. Pengukuran ini mengungkapkan perbedaan rasio isotop dari kedua senyawa belerang yang diproduksi oleh ganggang laut dan fitoplankton. Isotop merupakan unsur yang atomnya mempunyai jumlah proton yang sama, tetapi berbeda jumlah neutron dalam intinya.

Pengukuran ini terkait dengan metabolisme senyawa oleh organisme laut dan membawa implikasi untuk pelacakan emisi dimethylsulfide dari laut ke atmosfer.

Belerang Sebagai Kunci

Belerang, elemen yang paling berlimpah kesepuluh dalam alam semesta, adalah bagian dari banyak senyawa anorganik dan organik. Siklus belerang melalui tanah, atmosfer dan kehidupan, memainkan peran penting dalam iklim dan dalam kesehatan organisme dan ekosistem.

"Emisi Dimethylsulfide memainkan peran dalam pengaturan iklim melalui transformasi untuk aerosol yang dianggap mempengaruhi keseimbangan radiasi bumi," kata Oduro, yang melakukan penelitian sambil menyelesaikan gelar Ph.D. di bidang geologi & sistem bumi ilmu di Maryland dan sekarang menerima beasiswa postdoctoral di Institut Teknologi Massachusetts. 

Aerosol merupakan partikel padat dalam udara maupun tetesan air.

"Kami menunjukkan bahwa perbedaan dalam komposisi isotop dimethylsulfide mungkin berbeda dalam cara yang akan membantu kita untuk memperbaiki perkiraan emisi dalam atmosfer dan siklus di lautan," kata Oduro .

Seperti banyak unsur kimia lainnya, belerang terdiri dari isotop yang berbeda. Semua isotop dari elemen ditandai dengan memiliki jumlah elektron dan proton yang sama, tetapi jumlah neutron yang berbeda.

Isotop dari elemen ditandai dengan sifat kimia yang identik, tetapi berbeda sifat massal dan nuklir. Akibatnya, para ilmuwan dapat menggunakan kombinasi unik dari unsur isotop radioaktif agar melampaui tanda isotop dengan senyawa yang unsurnya dapat ditelusuri.

"Apa yang Harry lakukan dalam penelitian ini menemukan cara untuk mengisolasi dan mengukur komposisi isotop belerang dari dua senyawa belerang," kata Farquhar, seorang profesor di Universitas Maryland departemen geologi.

"Saya pikir ini sangat penting untuk menggunakan isotop dalam melacak siklus senyawa ini di permukaan lautan seperti perubahan terus menerus dimethylsulfide ke atmosfer. Kemampuan untuk melakukan hal ini dapat membantu kami menjawab pertanyaan iklim yang penting. Akhirnya, akan lebih baik dalam memprediksi perubahan iklim. Bahkan, dapat membantu kami untuk melacak koneksi-koneksi yang lebih baik antara emisi dimethylsulfide dan aerosol sulfat yang akhirnya menguji penghubung dalam hipotesis Gaia*Farquhar
Welcome to My Blog

Popular Post

Powered by Blogger.

- Copyright © Astrono|Media -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -