Showing posts with label Tokoh Astronomi. Show all posts
Nicolaus Copernicus dan Teori Heliosentris
Friday, November 2, 2012
Tag :
Astronomi
,
Tokoh Astronomi
Niklas Koppernigk (latin: Nicolaus Copernicus; bahasa Polandia Mikołaj
Kopernik; lahir di Toruń, 19 Februari 1473 – meninggal di Frombork, 24
Mei 1543 pada umur 70 tahun) adalah seorang astronom, matematikawan, dan
ekonom berkebangsaan Polandia, yang mengembangkan teori heliosentrisme
(berpusat di Matahari)
Tata Surya dalam bentuk yang terperinci, sehingga teori tersebut
bermanfaat bagi sains. Ia juga seorang kanon gereja, gubernur dan
administrator, hakim, astrolog, dan tabib. Teorinya tentang Matahari
sebagai pusat Tata Surya, yang menjungkirbalikkan teori geosentris
tradisional (yang menempatkan Bumi di pusat alam semesta) dianggap
sebagai salah satu penemuan yang terpenting sepanjang masa, dan
merupakan titik mula fundamental bagi astronomi
modern dan sains modern (teori ini menimbulkan revolusi ilmiah).
Teorinya memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia lainnya. Universitas
Nicolaus Copernicus di Torun, didirikan tahun 1945, dinamai untuk
menghormatinya.
- Ada beberapa 'pembual' yang berupaya mengkritik karya saya, padahal mereka sama sekali tidak tahu matematika, dan dengan tanpa malu menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-Tulisan Kudus agar cocok dengan tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; saya tidak khawatir sedikit pun terhadap mereka, bahkan saya akan mencemooh kecaman mereka sebagai tindakan yang gegabah
Nikolaus Kopernikus menulis kata-kata yang dikutip di atas kepada Paus
Paulus III. Kopernikus mencantumkan kata-kata itu dalam karya
terobosannya yang berjudul On the Revolutions of the Heavenly Spheres
(mengenai perputaran bola-bola langit), yang diterbitkan pada tahun
1543. Mengenai pandangan yang dinyatakan dalam karyanya ini, Christoph
Clavius, seorang imam Yesuit pada abad ke-16, mengatakan, "Teori
Kopernikus memuat banyak pernyataan yang tidak masuk akal atau salah".
Teolog Jerman, Martin Luther, menyayangkan, "Si dungu itu akan
mengacaukan seluruh ilmu astronomi".
Haus Pengetahuan
Lahir pada tanggal 19 Februari 1473 di Toruń, yang pada waktu itu di bawah kekuasaan suatu ordo Kristen bernama Ordo Teutonicum, nama aslinya ialah Niklas Koppernigk (Mikołaj Kopernik, dalam bahasa Polandia yang merupakan bahasa sehari-hari pada waktu itu). Baru belakangan, sewaktu ia mulai menulis karya akademinya, ia menggunakan nama Latin, Nicolaus Copernicus. Ayahnya, seorang saudagar yang berdagang di Toruń, mempunyai empat anak; Nicolaus adalah si bungsu. Sewaktu Nicolaus berusia 11 tahun, ayahnya meninggal. Seorang paman, bernama Lucas Waczenrode, mengasuh Nicolaus dan saudara-saudara kandungnya. Ia membantu Nicolaus memperoleh pendidikan yang baik, menganjurkannya untuk menjadi imam.
Pendidikan Nicolaus dimulai di kampung halamannya, tetapi belakangan dilanjutkan di Chełmno yang tidak jauh dari situ. Di sana ia belajar bahasa Latin dan mempelajari karya para penulis kuno. Pada usia 18 tahun, ia pindah ke Kraków, ibukota Polandia saat itu. Di kota ini ia kuliah di universitas dan mengajar dan mengejar hasratnya akan astronomi. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Kraków, paman dari Nikolaus — yang pada waktu itu telah menjadi uskup di Warmia — memintanya untuk pindah ke Frombork, sebuah kota di Laut Baltik. Waczenrode ingin kemenakannya menduduki jabatan staf katedral.
Akan tetapi, Nicolaus yang berusia 23 tahun ingin memuaskan dahaganya akan pengetahuan dan berhasil membujuk pamannya untuk mengizinkan dia mempelajari hukum gereja, kedokteran, dan matematika di berbagai universitas di Bologna dan Padua, Italia. Di sana, Nicolaus bergabung dengan astronom Domenico Maria Novara dan filsuf Pietro Pomponazzi. Sejarawan Stanisław Brzostkiewicz mengatakan bahwa ajaran Pomponazzi telah "membebaskan pikiran astronom muda ini dari cengkraman ideologi abad pertengahan".
Di waktu senggangnya, Copernicus mempelajari karya para astronom zaman dahulu, menjadi begitu larut dalam karya tersebut sampai-sampai ketika ia mengetahui karya Latin itu tidak lengkap, ia mempelajari bahasa Yunani agar dapat meneliti naskah aslinya. Pada akhir pendidikannya, Nicolaus telah menjadi doktor hukum gereja, matematikawan, dan dokter. Ia juga pakar bahasa Yunani, menjadi orang pertama yang menerjemahkan sebuah dokumen dari bahasa Yunani langsung ke bahasa Polandia.
Haus Pengetahuan
Lahir pada tanggal 19 Februari 1473 di Toruń, yang pada waktu itu di bawah kekuasaan suatu ordo Kristen bernama Ordo Teutonicum, nama aslinya ialah Niklas Koppernigk (Mikołaj Kopernik, dalam bahasa Polandia yang merupakan bahasa sehari-hari pada waktu itu). Baru belakangan, sewaktu ia mulai menulis karya akademinya, ia menggunakan nama Latin, Nicolaus Copernicus. Ayahnya, seorang saudagar yang berdagang di Toruń, mempunyai empat anak; Nicolaus adalah si bungsu. Sewaktu Nicolaus berusia 11 tahun, ayahnya meninggal. Seorang paman, bernama Lucas Waczenrode, mengasuh Nicolaus dan saudara-saudara kandungnya. Ia membantu Nicolaus memperoleh pendidikan yang baik, menganjurkannya untuk menjadi imam.
Pendidikan Nicolaus dimulai di kampung halamannya, tetapi belakangan dilanjutkan di Chełmno yang tidak jauh dari situ. Di sana ia belajar bahasa Latin dan mempelajari karya para penulis kuno. Pada usia 18 tahun, ia pindah ke Kraków, ibukota Polandia saat itu. Di kota ini ia kuliah di universitas dan mengajar dan mengejar hasratnya akan astronomi. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Kraków, paman dari Nikolaus — yang pada waktu itu telah menjadi uskup di Warmia — memintanya untuk pindah ke Frombork, sebuah kota di Laut Baltik. Waczenrode ingin kemenakannya menduduki jabatan staf katedral.
Akan tetapi, Nicolaus yang berusia 23 tahun ingin memuaskan dahaganya akan pengetahuan dan berhasil membujuk pamannya untuk mengizinkan dia mempelajari hukum gereja, kedokteran, dan matematika di berbagai universitas di Bologna dan Padua, Italia. Di sana, Nicolaus bergabung dengan astronom Domenico Maria Novara dan filsuf Pietro Pomponazzi. Sejarawan Stanisław Brzostkiewicz mengatakan bahwa ajaran Pomponazzi telah "membebaskan pikiran astronom muda ini dari cengkraman ideologi abad pertengahan".
Di waktu senggangnya, Copernicus mempelajari karya para astronom zaman dahulu, menjadi begitu larut dalam karya tersebut sampai-sampai ketika ia mengetahui karya Latin itu tidak lengkap, ia mempelajari bahasa Yunani agar dapat meneliti naskah aslinya. Pada akhir pendidikannya, Nicolaus telah menjadi doktor hukum gereja, matematikawan, dan dokter. Ia juga pakar bahasa Yunani, menjadi orang pertama yang menerjemahkan sebuah dokumen dari bahasa Yunani langsung ke bahasa Polandia.
Teori Revolusioner
Sepulangnya ke Polandia, pamannya melantik dia sebagai sekretaris, penasihat, dan dokter pribadinya — suatu kedudukan yang bergengsi. Selama puluhan tahun berikutnya, Nicolaus menjabat berbagai kedudukan administratif, baik di bidang agama maupun sipil. Meski sangat sibuk, ia melanjutkan penelitiannya tentang bintang dan planet, mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari Matahari.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
Perubahan yang dibuat Osiander pada mulanya meluputkan buku itu dari kecaman. Asronom dan fisikawan Italia, Galileo, belakangan menulis, "Sewaktu dicetak, buku itu diterima oleh Gereja suci dan telah dibaca dan dipelajari oleh setiap orang tanpa sedikit pun kecurigaan bahwa gagasan ini bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja. Namun, mengingat sekarang ada berbagai pengalaman dan bukti penting yang memperlihatkan bahwa gagasan itu memiliki bukti yang kuat, muncullah orang-orang yang hendak mendiskreditkan pengarangnya tanpa membaca bukunya sedikit pun".
Kaum Lutheran merupakan yang pertama-tama menyebut buku itu "tidak masuk akal". Gereja Katolik, meski pada mulanya tidak menyatakan kecaman, memutuskan bahwa buku itu bertentangan dengan doktrin resminya dan pada tahun 1616 mencantumkan karya Copernicus ke dalam buku-buku terlarang. Buku itu baru dicabut dari daftar ini pada tahun 1828. Dalam kata pengantarnya untuk terjemahan bahasa Inggris dari buku itu, Charles Glenn Wallis menjelaskan, "Pertikaian antara Katolik dan Protestan membuat kedua sekte itu takut pada skandal apa pun yang tampaknya dapat merongrong respek terhadap Kegerejaan Alkitab, dan akibatnya mereka menjadi terlalu harfiah dalam membaca ayat Alkitab dan cenderung mengutuki setiap pernyataan yang dapat dianggap sebagai penyangkalan atas setiap penafsiran harfiah dari setiap ayat dalam Alkitab". Sebagai contoh, kisah yang dicatat di Yosua 10:13, yang menceritakan tentang Matahari yang dibuat tidak bergerak, digunakan untuk menegaskan bahwa Matahari, bukan bumi, yang biasanya bergerak. Mengenai anggapan bahwa teori Kopernikus bertentangan dengan ajaran Alkitab, Galileo menulis, " [Copernicus] tidak mengabaikan Alkitab, tetapi ia tahu betul bahwa jika doktrinnya terbukti, hal itu tidak akan bertentangan dengan Alkitab apabila ayat-ayatnya dipahami dengan benar".
Dewasa ini, Copernicus disanjung oleh banyak orang sebagai Bapak astronomi Modern. Memang, uraiannya tentang alam semesta telah dimurnikan dan diperbaiki oleh ilmuwan yang tekemudian, seperti Galileo, Kepler, dan Newton. Akan tetapi, astofisikawan Owen Gingerich mengomentari, "Copernicuslah yang dengan karyanya memperlihatkan kepada kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah yang sudah diterima untuk waktu yang lama". Melalui penelitian, pengamatan, dan matematika, Kopernikus menjungkirkbalikkan konsep ilmiah dan agama yang berurat berakar tetapi keliru. Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan Matahari dan menggerakkan bumi”.
Sepulangnya ke Polandia, pamannya melantik dia sebagai sekretaris, penasihat, dan dokter pribadinya — suatu kedudukan yang bergengsi. Selama puluhan tahun berikutnya, Nicolaus menjabat berbagai kedudukan administratif, baik di bidang agama maupun sipil. Meski sangat sibuk, ia melanjutkan penelitiannya tentang bintang dan planet, mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari Matahari.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
Perubahan yang dibuat Osiander pada mulanya meluputkan buku itu dari kecaman. Asronom dan fisikawan Italia, Galileo, belakangan menulis, "Sewaktu dicetak, buku itu diterima oleh Gereja suci dan telah dibaca dan dipelajari oleh setiap orang tanpa sedikit pun kecurigaan bahwa gagasan ini bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja. Namun, mengingat sekarang ada berbagai pengalaman dan bukti penting yang memperlihatkan bahwa gagasan itu memiliki bukti yang kuat, muncullah orang-orang yang hendak mendiskreditkan pengarangnya tanpa membaca bukunya sedikit pun".
Kaum Lutheran merupakan yang pertama-tama menyebut buku itu "tidak masuk akal". Gereja Katolik, meski pada mulanya tidak menyatakan kecaman, memutuskan bahwa buku itu bertentangan dengan doktrin resminya dan pada tahun 1616 mencantumkan karya Copernicus ke dalam buku-buku terlarang. Buku itu baru dicabut dari daftar ini pada tahun 1828. Dalam kata pengantarnya untuk terjemahan bahasa Inggris dari buku itu, Charles Glenn Wallis menjelaskan, "Pertikaian antara Katolik dan Protestan membuat kedua sekte itu takut pada skandal apa pun yang tampaknya dapat merongrong respek terhadap Kegerejaan Alkitab, dan akibatnya mereka menjadi terlalu harfiah dalam membaca ayat Alkitab dan cenderung mengutuki setiap pernyataan yang dapat dianggap sebagai penyangkalan atas setiap penafsiran harfiah dari setiap ayat dalam Alkitab". Sebagai contoh, kisah yang dicatat di Yosua 10:13, yang menceritakan tentang Matahari yang dibuat tidak bergerak, digunakan untuk menegaskan bahwa Matahari, bukan bumi, yang biasanya bergerak. Mengenai anggapan bahwa teori Kopernikus bertentangan dengan ajaran Alkitab, Galileo menulis, " [Copernicus] tidak mengabaikan Alkitab, tetapi ia tahu betul bahwa jika doktrinnya terbukti, hal itu tidak akan bertentangan dengan Alkitab apabila ayat-ayatnya dipahami dengan benar".
Dewasa ini, Copernicus disanjung oleh banyak orang sebagai Bapak astronomi Modern. Memang, uraiannya tentang alam semesta telah dimurnikan dan diperbaiki oleh ilmuwan yang tekemudian, seperti Galileo, Kepler, dan Newton. Akan tetapi, astofisikawan Owen Gingerich mengomentari, "Copernicuslah yang dengan karyanya memperlihatkan kepada kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah yang sudah diterima untuk waktu yang lama". Melalui penelitian, pengamatan, dan matematika, Kopernikus menjungkirkbalikkan konsep ilmiah dan agama yang berurat berakar tetapi keliru. Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan Matahari dan menggerakkan bumi”.
Kontroversi Manuskrip
Copernicus menggunakan tahun-tahun terakhir kehidupannya untuk memperbaiki dan melengkapi berbagai argumen dan rumus matematika yang menopang teorinya. Lebih dari 95 persen dokumen akhir itu memuat perincian teknis yang mendukung kesimpulannya. Dokumen tulisan tangan orisinal ini masih ada dan disimpan di Universitas Jagiellonian di Kraków, Polandia. Dokumen ini tidak berjudul. Oleh karena itu, astronom Fred Hoyle menulis, "Kita benar-benar tidak tahu bagaimana Copernicus ingin menamai bukunya itu".
Bahkan sebelum karya itu diterbitkan, isinya telah membangkitkan minat. Copernicus telah menerbitkan sebuah rangkuman singkat tentang gagasannya dalam sebuah karya yang disebut Commentariolus. Alhasil, laporan tentang penelitiannya sampai ke Jerman dan Roma. Pada awal tahun 1533, Paus Klemens VII mendengar tentang teori Copernicus. Dan, pada tahun 1536, Kardinal Schönberg menyurati Copernicus, mendesak dia untuk menerbitkan catatan lengkap gagasannya. Georg Joachim Rhäticus, seorang profesor di Universitas Wittenberg di Jerman, begitu penasaran oleh karya Copernicus sampai-sampai ia mengunjungi Copernicus dan akhirnya menghabiskan waktu bersamanya selama dua tahun. Pada tahun 1542, Rhäticus membawa pulang sebuah salinan manuskrip itu ke Jerman dan menyerahkannya kepada seorang tukang cetak bernama Petraeius dan seorang juru tulis sekaligus korektor tipografi bernama Andreas Osiander.
Osiander menjuduli karya itu De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit). Dengan mencantumkan frasa “bola-bola langit”, Osiander menyiratkan bahwa karya itu dipengaruhi oleh gagasan Aristoteles. Osiander juga menulis kata pengantar anonim, yang menyatakan bahwa hipotesis dalam buku itu bukanlah artikel tentang iman dan belum tentu benar. Copernicus tidak menerima salinan dari buku yang dicetak itu, yang diubah dan dikompromikan tanpa seizinnya, sampai hanya beberapa jam sebelum kematiannya pada tahun 1543.
Copernicus menggunakan tahun-tahun terakhir kehidupannya untuk memperbaiki dan melengkapi berbagai argumen dan rumus matematika yang menopang teorinya. Lebih dari 95 persen dokumen akhir itu memuat perincian teknis yang mendukung kesimpulannya. Dokumen tulisan tangan orisinal ini masih ada dan disimpan di Universitas Jagiellonian di Kraków, Polandia. Dokumen ini tidak berjudul. Oleh karena itu, astronom Fred Hoyle menulis, "Kita benar-benar tidak tahu bagaimana Copernicus ingin menamai bukunya itu".
Bahkan sebelum karya itu diterbitkan, isinya telah membangkitkan minat. Copernicus telah menerbitkan sebuah rangkuman singkat tentang gagasannya dalam sebuah karya yang disebut Commentariolus. Alhasil, laporan tentang penelitiannya sampai ke Jerman dan Roma. Pada awal tahun 1533, Paus Klemens VII mendengar tentang teori Copernicus. Dan, pada tahun 1536, Kardinal Schönberg menyurati Copernicus, mendesak dia untuk menerbitkan catatan lengkap gagasannya. Georg Joachim Rhäticus, seorang profesor di Universitas Wittenberg di Jerman, begitu penasaran oleh karya Copernicus sampai-sampai ia mengunjungi Copernicus dan akhirnya menghabiskan waktu bersamanya selama dua tahun. Pada tahun 1542, Rhäticus membawa pulang sebuah salinan manuskrip itu ke Jerman dan menyerahkannya kepada seorang tukang cetak bernama Petraeius dan seorang juru tulis sekaligus korektor tipografi bernama Andreas Osiander.
Osiander menjuduli karya itu De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit). Dengan mencantumkan frasa “bola-bola langit”, Osiander menyiratkan bahwa karya itu dipengaruhi oleh gagasan Aristoteles. Osiander juga menulis kata pengantar anonim, yang menyatakan bahwa hipotesis dalam buku itu bukanlah artikel tentang iman dan belum tentu benar. Copernicus tidak menerima salinan dari buku yang dicetak itu, yang diubah dan dikompromikan tanpa seizinnya, sampai hanya beberapa jam sebelum kematiannya pada tahun 1543.
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Copernicus mulai abad ke-19 menjadi bahan perdebatan sengit. Namun sebenarnya ia bisa dikategorisasikan baik sebagai warga Jerman maupun Polandia. Dalam bahasa Jerman namanya secara umum dieja sebagai Kopernikus dan merupakan versi Latin dari nama Jerman Koppernigk. Dalam bahasa Polandia namanya dieja sebagai Mikołaj Kopernik. Ibu Kopernikus yang bernama Barbara Watzenrode merupakan seorang warga Jerman. Sedangkan kewarganegaraan ayahnya tidak diketahui. Kota kelahirannya Toruń tidak lama sebelum ia lahir dikuasai raja-raja Polandia, sehingga ia bisa dianggap sebagai warga Polandia
Kewarganegaraan Copernicus mulai abad ke-19 menjadi bahan perdebatan sengit. Namun sebenarnya ia bisa dikategorisasikan baik sebagai warga Jerman maupun Polandia. Dalam bahasa Jerman namanya secara umum dieja sebagai Kopernikus dan merupakan versi Latin dari nama Jerman Koppernigk. Dalam bahasa Polandia namanya dieja sebagai Mikołaj Kopernik. Ibu Kopernikus yang bernama Barbara Watzenrode merupakan seorang warga Jerman. Sedangkan kewarganegaraan ayahnya tidak diketahui. Kota kelahirannya Toruń tidak lama sebelum ia lahir dikuasai raja-raja Polandia, sehingga ia bisa dianggap sebagai warga Polandia
Baru-baru ini, ilmuwan CERN mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan apa yang disebut dengan "Partikel Tuhan (God Particle)" yang disebut juga dengan Higgs Bosson. CERN yang merupakan kependekan dari (Conseil Européene pour la Recherche Nucléaire) atau European Organization for Nuclear Research merupakan
sebuah komplek laboratorium percepatan partikel terbesar di dunia yang
terletak di perbatasan antara Perancis dan Swiss, persis di sebelah
barat Jenewa, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para peminat ilmu
fisika. Di sanalah ribuan ilmuwan yang setengahnya adalah komunitas
fisika partikel, melakukan eksperimen bersama.
Salah satu ilmuwan Indonesia yang terlibat langsung dalam penelitian, pencarian, dan penemuan Partikel Tuhan tersebut adalah Haryo Sumowidagdo. Lelaki yang menggondol Ph.D dari Florida State University dan S1 dan S2 di Universitas Indonesia
Aktivitas di CERN
Ada tiga kegiatan utamanya di CERN, yaitu sebagai teknisi, pembimbing, dan fisikawan. Sebagai teknisi, ia menulis program kendali dan kontrol untuk alat eksperimennya. Alat eksperimen fisika partikel tidak dijual di toko. Semua harus dibuat dan dikerjakan sendiri. Jadi tidak heran kalau fisikawan partikel eksperimen sering punya keahlian di luar fisika, itu semua karena panggilan tugas.
Sebagai pembimbing, ia membimbing dan menjadi tempat bertanya para mahasiswa program doktoral. Interaksinya dengan mahasiswa terjadi dua arah, karena ia juga kadang bertanya kepada mereka.
Sebagai fisikawan, Haryo menganalisis data untuk melakukan pengukuran besaran fisika atau mencari penemuan baru dalam bidang fisika. Kemudian tentunya menulis karangan ilmiah dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah.
Ada kegiatan keempat yang belum banyak ia lakukan, yakni mempopulerkan iptek kepada masyarakat luas. Di CERN, kendala utama bagi Harya adalah belum fasih berbahasa Prancis. Ia memulai sebuah blog akhir-akhir ini dalam bahasa Indonesia untuk kegiatan ini, jadi jangan lupa untuk melihat blognya http://sumowidagdo.wordpress.com/ setelah membaca artikel ini.
Saat ini Haryo terlibat proyek Large Hadron Collider (LHC) secara tidak langsung. Ia menjadi anggota Compact Muon Solenois (CMS), sebuah eksperimen fisika partikel yang terletak di LHC. LHC sendiri merupakan bagian dari CERN.
LHC merupakan sebuah akselerator/pemercepat zarah. Akselerator adalah sebuah mesin yang bisa mempercepat sesuatu. Mirip dengan pedal gas di sebuah mobil yang bisa menaikkan kecepatan mobil dari diam ke kecepatan tinggi. Zarah (diadaptasi dari bahasa Arab) adalah sesuatu yang sangat kecil, tidak kasat mata, namun merupakan bahan baku yang menyusun semua benda yang kita lihat di sekitar kita. Di dalam LHC, zarah-zarah dipercepat sampai mendekati kecepatan cahaya. Zarah-zarah yang berkecepatan tinggi ini kemudian saling ditubrukkan. Dalam tubrukan tersebut bisa tercipta zarah-zarah lain yang kemudian dilihat oleh alat-alat eksperimen fisika partikel.
LHC merupakan sebuah terowongan di bawah tanah yang membentuk lintasan lingkaran dengan diameter delapan kilometer. Bandara Soekarno-Hatta bisa diletakkan di dalam lingkaran LHC. Letak LHC adalah dekat kota Jenewa di Swiss. Sebagian dari lingkaran LHC berada di wilayah negara Prancis, sebagian lagi berada di wilayah negara Swiss.
Salah satu ilmuwan Indonesia yang terlibat langsung dalam penelitian, pencarian, dan penemuan Partikel Tuhan tersebut adalah Haryo Sumowidagdo. Lelaki yang menggondol Ph.D dari Florida State University dan S1 dan S2 di Universitas Indonesia
Aktivitas di CERN
Ada tiga kegiatan utamanya di CERN, yaitu sebagai teknisi, pembimbing, dan fisikawan. Sebagai teknisi, ia menulis program kendali dan kontrol untuk alat eksperimennya. Alat eksperimen fisika partikel tidak dijual di toko. Semua harus dibuat dan dikerjakan sendiri. Jadi tidak heran kalau fisikawan partikel eksperimen sering punya keahlian di luar fisika, itu semua karena panggilan tugas.
Sebagai pembimbing, ia membimbing dan menjadi tempat bertanya para mahasiswa program doktoral. Interaksinya dengan mahasiswa terjadi dua arah, karena ia juga kadang bertanya kepada mereka.
Sebagai fisikawan, Haryo menganalisis data untuk melakukan pengukuran besaran fisika atau mencari penemuan baru dalam bidang fisika. Kemudian tentunya menulis karangan ilmiah dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah.
Ada kegiatan keempat yang belum banyak ia lakukan, yakni mempopulerkan iptek kepada masyarakat luas. Di CERN, kendala utama bagi Harya adalah belum fasih berbahasa Prancis. Ia memulai sebuah blog akhir-akhir ini dalam bahasa Indonesia untuk kegiatan ini, jadi jangan lupa untuk melihat blognya http://sumowidagdo.wordpress.com/ setelah membaca artikel ini.
Saat ini Haryo terlibat proyek Large Hadron Collider (LHC) secara tidak langsung. Ia menjadi anggota Compact Muon Solenois (CMS), sebuah eksperimen fisika partikel yang terletak di LHC. LHC sendiri merupakan bagian dari CERN.
LHC merupakan sebuah akselerator/pemercepat zarah. Akselerator adalah sebuah mesin yang bisa mempercepat sesuatu. Mirip dengan pedal gas di sebuah mobil yang bisa menaikkan kecepatan mobil dari diam ke kecepatan tinggi. Zarah (diadaptasi dari bahasa Arab) adalah sesuatu yang sangat kecil, tidak kasat mata, namun merupakan bahan baku yang menyusun semua benda yang kita lihat di sekitar kita. Di dalam LHC, zarah-zarah dipercepat sampai mendekati kecepatan cahaya. Zarah-zarah yang berkecepatan tinggi ini kemudian saling ditubrukkan. Dalam tubrukan tersebut bisa tercipta zarah-zarah lain yang kemudian dilihat oleh alat-alat eksperimen fisika partikel.
LHC merupakan sebuah terowongan di bawah tanah yang membentuk lintasan lingkaran dengan diameter delapan kilometer. Bandara Soekarno-Hatta bisa diletakkan di dalam lingkaran LHC. Letak LHC adalah dekat kota Jenewa di Swiss. Sebagian dari lingkaran LHC berada di wilayah negara Prancis, sebagian lagi berada di wilayah negara Swiss.
Akselerator sebenarnya bukan barang yang tidak umum.Kalau anda pernah
melihat TV atau monitor komputer jaman dulu yang masih pakai layar kaca,
itu sebenarnya akselerator juga. Di bagian belakang TV/layar monitor
ada akselerator yang mempercepat zarah, dan zarah itu kemudian menumbuk
layar kaca. Layar kacanya kemudian bersinar, dan kita bisa melihat
gambar di layar. Cuma memang LHC ukurannya jauh lebih besar dari TV, dan
juga lebih rumit dari TV.
Cita-cita Sewaktu Kecil
Profesinya saat ini sebenarnya tidak sesuai dengan cita-citanya sejak kecil. Sewaktu Haryo masih SD, ia sebenarnya ingin menjadi petani dan ingin masuk IPB. Alasannya karena ia terkesan dengan cerita Rumah Kecil (Little House) karangan Laura Ingalls Wilder yang menceritakan betapa petani bisa menjadi orang yang makmur, mandiri, dan hidup dari usaha dan tanahnya sendiri. Ketika di SMP kemudian berubah, ingin menjadi sarjana teknik komputer. Zaman itu komputer pribadi baru masuk di Indonesia dan ia termasuk orang yang beruntung bisa menggunakan komputer.
Terakhir ketika SMA, barulah Haryo mulai suka kepada fisika dengan serius. Di kelas III SMA, ia melamar untuk program penerimaan mahasiswa tanpa tes di Universitas Indonesia (UI). Ia memilih Fisika dan diterima. Ketika di Fisika UI, ia bertemu dengan mendiang Prof. Darmadi Kusno dan Dr. Terry Mart. Mereka berdua memberikan pengaruh besar padanya sehingga Haryo akhirnya mantap dengan cita-cita untuk menjadi fisikawan. Pak Darmadi ini adalah guru dan pembimbing Pak Terry Mart dan Pak Yohanes Surya. Pak Terry Mart kemudian menjadi pembimbing skripsinya. Haryo merasa bangga dan bersyukur diberi kesempatan menjadi murid beliau, dan hingga sekarang pun ia tetap hormat dan memiliki hubungan baik dengan beliau.
Selain Haryo, ada juga orang Indonesia lain yang tergabung di CERN, yaitu Rahmat dari University of Mississipi dan Romulus Godang dari University of South Alabama. Mereka berdua merupakan anggota CMS, sehingga mereka juga terlibat dengan CERN. Mereka saat ini masih di Amerika Serikat dan belum diberi kesempatan untuk berkunjung dan bekerja di CERN.
Awalnya Bergabung di CERN
Awal cerita Haryo bergabung di CERN dimulai dari sebuah artikel di Kompas tanggal 8 Juni 1994 yang berjudul Seorang Fisikawan Indonesia Terlibat Penemuan Top Quark. Artikel itu menceritakan tentang kisah seorang alumni Fisika UI yang tengah menempuh studi doktoral di Amerika Serikat (AS) dan bekerja di Fermilab (sebuah laboratorium fisika seperti CERN yang terletak dekat Chicago, Amerika Serikat). Alumni tersebut terlibat dalam eksperimen fisika partikel yang menemukan top quark, salah satu partikel elementer. Penemuan top quark merupakan salah satu penemuan sangat penting dalam bidang fisika, setara dengan penemuan-penemuan penting lain yang sudah dianugrahi Hadiah Nobel Fisika. Meski kemudian Haryo menyelesaikan sarjana fisika dengan topik skripsi fisika partikel teoretik, kesan yang ditinggalkan artikel itu sangat dalam.
Ketika ia diterima sebagai mahasiswa doktoral di AS, Haryo sebenarnya ingin melanjutkan kembali ke fisika nuklir/partikel teoretik. Namun, ternyata para profesor dalam bidang fisika nuklir/partikel teoretik sudah membimbing terlalu banyak mahasiswa doktoral sehingga mereka tidak lagi punya beasiswa untuk mahasiswa baru. Sebaliknya, profesor-profesor fisika partikel eksperimen memiliki beasiswa, dan mereka dengan senang hati mau menerimanya sebagai mahasiswa. Penelitian fisika partikel eksperimen mereka dilakukan di Fermilab. Disinilah ia teringat kembali kepada kisah dalam artikel tersebut dan kemudian memutuskan untuk bergabung dengan grup penelitian fisika partikel eksperimen. Jadi ia berpindah dari teori ke eksperimen, meski masih fisika partikel.
Setelah menamatkan studi, Haryo mendapat pekerjaan sebagai peneliti pascadoktoral di University of California, Riverside (UCR). Grup penelitian fisika partikel di UCR terlibat dalam eksperimen bernama CMS di CERN, dan ia akan ditempatkan di CERN. Awal tahun 2009, Haryo pindah dari Fermilab di Chicago ke CERN di Jenewa, dan semenjak itulah ia bekerja di sana.
Untuk masuk ke CERN ternyata tidak melalui seleksi khusus atau tertentu. Seseorang tidak perlu menjadi pegawai CERN untuk bekerja di CERN, melainkan bisa dengan menjadi mahasiswa doktoral atau peneliti di grup penelitian yang melakukan penelitian di CERN. Haryo bukan pegawai CERN namun ia ditempatkan di CERN. Mirip dengan pegawai Departemen Luar Negeri RI yang ditempatkan di kantor pusat PBB. Mereka bukan pegawai PBB, tetapi bekerja di kantor pusat PBB. Namun, tentunya harus menjadi mahasiswa doktoral atau peneliti terlebih dahulu.
Untuk kaum muda Indonesia yang tertarik untuk bekerja di CERN, mereka harus menyelesaikan pendidikan sarjana dahulu. Kemudian meneruskan ke pendidikan pascasarjana dan bergabung dengan universitas/grup penelitian yang memiliki kegiatan penelitian di CERN. Ada banyak perguruan tinggi/lembaga penelitian (PT/LP) yang melakukan penelitian di CERN (sekitar 500-600an) dari seluruh penjuru dunia (66 negara). Saat ini, beasiswa untuk pendidikan ke luar negeri sudah sangat banyak sehingga peluang terbuka lebar bagi siapa saja yang mau berusaha dan bekerja keras.
Menurut Haryo, penyebab sangat sedikitnya orang Indonesia yang bekerja di bidang fisika partikel eksperimen adalah karena ketidaktahuan, dan bukan karena ketidakmampuan. Ketiadaan penelitian fisika partikel eksperimen di Indonesia sama sekali bukan masalah: Pengalaman Haryo dan beberapa rekan dari Indonesia menunjukkan bahwa sarjana fisika lulusan perguruan tinggi di Indonesia bisa menyelesaikan pendidikan pascasarjana bidang fisika partikel eksperimen.
Ilmuwan di CERN berasal dari 66 negara yang memiliki institusi yang berpartisipasi dalam penelitian di CERN. Kemudian ada lagi orang dari luar 66 negara ini yang bekerja untuk salah satu PT/LP di 66 negara ini (seperti Haryo misalnya, ia berasal dari Indonesia yang tidak memiliki PT/LP yang melakukan penelitian di CERN, namun ia bekerja untuk UCR yang melakukan penelitian di CERN). Saat ini ada warga negara dari 97 negara yang berada di CERN.
CERN sendiri memiliki pegawai sekitar 2.500 orang, dan ada sekitar 10.000 orang yang berkunjung setiap tahun sebagai peneliti tamu. CERN merupakan salah satu organisasi internasional terbesar di Jenewa.
Pulang Kampung dan Rencana Masa Depan
Ketika Haryo ditanya apakah akan pulang ke Indonesia, ia menjawab bahwa pulang ke Indonesia belum menjadi prioritasnya dalam waktu dekat.Alasannya adalah karena ia belum yakin apakah di Indonesia sudah tersedia infrastruktur yang memadai untuk memulai aktivitas penelitian dalam fisika partikel eksperimen. Perlu dimengerti bahwa infrastruktur tidak berarti sebuah akselerator, seperti LHC atau laboratorium besar seperti CERN. Akselerator sama sekali tidak diperlukan di Indonesia, karena sudah ada banyak akselerator di tempat lain.
Demikian pula sudah ada banyak eksperimen fisika partikel yang sedang berjalan sehingga tidak perlu memulai sebuah eksperimen baru dari nol. Infrakstruktur yang dimaksud misalnya adalah jaringan internet kecepatan tinggi, industri elektronika dan manufaktur, dan dukungan politik untuk penelitian dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Meskipun infrastruktur yang diperlukan bukan sebuah proyek mercusuar, tetap diperlukan usaha luar biasa untuk menggabungkan berbagai infrastruktur tersebut untuk membentuk kegiatan penelitian fisika partikel eksperimen yang nyata. Bahkan di negara yang lebih maju dari Indonesia pun hal ini tidak mudah. Misalnya, baru-baru ini ia mendengar bahwa beberapa fisikawan dari National University of Singapore mengajukan proposal untuk bergabung dengan CMS. Namun kemudian mereka menarik kembali proposal ini, karena ada masalah dengan teknis dan pendanaan. Padahal di Singapore aktivitas penelitian dan infrastrukturnya lebih baik daripada Indonesia.
Adapun rencananya ke depan adalah, dalam jangka panjang, ia merencanakan untuk memiliki karier yang mapan dalam bidang fisika partikel eksperimen. Selain fisika partikel eksperimen, ia juga tertarik kepada beberapa bidang yang sangat erat kaitannya dengan fisika partikel, seperti instrumentasi, fisika medis, dan teknologi komputasi grid. Beberapa Bulan terakhir Haryo juga banyak berdiskusi dengan para profesor senior tentang bagaimana meniti dan membina karir dalam bidang fisika. Jalannya ke depan masih panjang dan berat, namun Haryo optimis bahwa ia akan menemukan jalan untuk membuat rencananya menjadi kenyataan. Obsesi lain, ia juga ingin menjadi penulis.
Cita-cita Sewaktu Kecil
Profesinya saat ini sebenarnya tidak sesuai dengan cita-citanya sejak kecil. Sewaktu Haryo masih SD, ia sebenarnya ingin menjadi petani dan ingin masuk IPB. Alasannya karena ia terkesan dengan cerita Rumah Kecil (Little House) karangan Laura Ingalls Wilder yang menceritakan betapa petani bisa menjadi orang yang makmur, mandiri, dan hidup dari usaha dan tanahnya sendiri. Ketika di SMP kemudian berubah, ingin menjadi sarjana teknik komputer. Zaman itu komputer pribadi baru masuk di Indonesia dan ia termasuk orang yang beruntung bisa menggunakan komputer.
Terakhir ketika SMA, barulah Haryo mulai suka kepada fisika dengan serius. Di kelas III SMA, ia melamar untuk program penerimaan mahasiswa tanpa tes di Universitas Indonesia (UI). Ia memilih Fisika dan diterima. Ketika di Fisika UI, ia bertemu dengan mendiang Prof. Darmadi Kusno dan Dr. Terry Mart. Mereka berdua memberikan pengaruh besar padanya sehingga Haryo akhirnya mantap dengan cita-cita untuk menjadi fisikawan. Pak Darmadi ini adalah guru dan pembimbing Pak Terry Mart dan Pak Yohanes Surya. Pak Terry Mart kemudian menjadi pembimbing skripsinya. Haryo merasa bangga dan bersyukur diberi kesempatan menjadi murid beliau, dan hingga sekarang pun ia tetap hormat dan memiliki hubungan baik dengan beliau.
Selain Haryo, ada juga orang Indonesia lain yang tergabung di CERN, yaitu Rahmat dari University of Mississipi dan Romulus Godang dari University of South Alabama. Mereka berdua merupakan anggota CMS, sehingga mereka juga terlibat dengan CERN. Mereka saat ini masih di Amerika Serikat dan belum diberi kesempatan untuk berkunjung dan bekerja di CERN.
Awalnya Bergabung di CERN
Awal cerita Haryo bergabung di CERN dimulai dari sebuah artikel di Kompas tanggal 8 Juni 1994 yang berjudul Seorang Fisikawan Indonesia Terlibat Penemuan Top Quark. Artikel itu menceritakan tentang kisah seorang alumni Fisika UI yang tengah menempuh studi doktoral di Amerika Serikat (AS) dan bekerja di Fermilab (sebuah laboratorium fisika seperti CERN yang terletak dekat Chicago, Amerika Serikat). Alumni tersebut terlibat dalam eksperimen fisika partikel yang menemukan top quark, salah satu partikel elementer. Penemuan top quark merupakan salah satu penemuan sangat penting dalam bidang fisika, setara dengan penemuan-penemuan penting lain yang sudah dianugrahi Hadiah Nobel Fisika. Meski kemudian Haryo menyelesaikan sarjana fisika dengan topik skripsi fisika partikel teoretik, kesan yang ditinggalkan artikel itu sangat dalam.
Ketika ia diterima sebagai mahasiswa doktoral di AS, Haryo sebenarnya ingin melanjutkan kembali ke fisika nuklir/partikel teoretik. Namun, ternyata para profesor dalam bidang fisika nuklir/partikel teoretik sudah membimbing terlalu banyak mahasiswa doktoral sehingga mereka tidak lagi punya beasiswa untuk mahasiswa baru. Sebaliknya, profesor-profesor fisika partikel eksperimen memiliki beasiswa, dan mereka dengan senang hati mau menerimanya sebagai mahasiswa. Penelitian fisika partikel eksperimen mereka dilakukan di Fermilab. Disinilah ia teringat kembali kepada kisah dalam artikel tersebut dan kemudian memutuskan untuk bergabung dengan grup penelitian fisika partikel eksperimen. Jadi ia berpindah dari teori ke eksperimen, meski masih fisika partikel.
Setelah menamatkan studi, Haryo mendapat pekerjaan sebagai peneliti pascadoktoral di University of California, Riverside (UCR). Grup penelitian fisika partikel di UCR terlibat dalam eksperimen bernama CMS di CERN, dan ia akan ditempatkan di CERN. Awal tahun 2009, Haryo pindah dari Fermilab di Chicago ke CERN di Jenewa, dan semenjak itulah ia bekerja di sana.
Untuk masuk ke CERN ternyata tidak melalui seleksi khusus atau tertentu. Seseorang tidak perlu menjadi pegawai CERN untuk bekerja di CERN, melainkan bisa dengan menjadi mahasiswa doktoral atau peneliti di grup penelitian yang melakukan penelitian di CERN. Haryo bukan pegawai CERN namun ia ditempatkan di CERN. Mirip dengan pegawai Departemen Luar Negeri RI yang ditempatkan di kantor pusat PBB. Mereka bukan pegawai PBB, tetapi bekerja di kantor pusat PBB. Namun, tentunya harus menjadi mahasiswa doktoral atau peneliti terlebih dahulu.
Untuk kaum muda Indonesia yang tertarik untuk bekerja di CERN, mereka harus menyelesaikan pendidikan sarjana dahulu. Kemudian meneruskan ke pendidikan pascasarjana dan bergabung dengan universitas/grup penelitian yang memiliki kegiatan penelitian di CERN. Ada banyak perguruan tinggi/lembaga penelitian (PT/LP) yang melakukan penelitian di CERN (sekitar 500-600an) dari seluruh penjuru dunia (66 negara). Saat ini, beasiswa untuk pendidikan ke luar negeri sudah sangat banyak sehingga peluang terbuka lebar bagi siapa saja yang mau berusaha dan bekerja keras.
Menurut Haryo, penyebab sangat sedikitnya orang Indonesia yang bekerja di bidang fisika partikel eksperimen adalah karena ketidaktahuan, dan bukan karena ketidakmampuan. Ketiadaan penelitian fisika partikel eksperimen di Indonesia sama sekali bukan masalah: Pengalaman Haryo dan beberapa rekan dari Indonesia menunjukkan bahwa sarjana fisika lulusan perguruan tinggi di Indonesia bisa menyelesaikan pendidikan pascasarjana bidang fisika partikel eksperimen.
Ilmuwan di CERN berasal dari 66 negara yang memiliki institusi yang berpartisipasi dalam penelitian di CERN. Kemudian ada lagi orang dari luar 66 negara ini yang bekerja untuk salah satu PT/LP di 66 negara ini (seperti Haryo misalnya, ia berasal dari Indonesia yang tidak memiliki PT/LP yang melakukan penelitian di CERN, namun ia bekerja untuk UCR yang melakukan penelitian di CERN). Saat ini ada warga negara dari 97 negara yang berada di CERN.
CERN sendiri memiliki pegawai sekitar 2.500 orang, dan ada sekitar 10.000 orang yang berkunjung setiap tahun sebagai peneliti tamu. CERN merupakan salah satu organisasi internasional terbesar di Jenewa.
Pulang Kampung dan Rencana Masa Depan
Ketika Haryo ditanya apakah akan pulang ke Indonesia, ia menjawab bahwa pulang ke Indonesia belum menjadi prioritasnya dalam waktu dekat.Alasannya adalah karena ia belum yakin apakah di Indonesia sudah tersedia infrastruktur yang memadai untuk memulai aktivitas penelitian dalam fisika partikel eksperimen. Perlu dimengerti bahwa infrastruktur tidak berarti sebuah akselerator, seperti LHC atau laboratorium besar seperti CERN. Akselerator sama sekali tidak diperlukan di Indonesia, karena sudah ada banyak akselerator di tempat lain.
Demikian pula sudah ada banyak eksperimen fisika partikel yang sedang berjalan sehingga tidak perlu memulai sebuah eksperimen baru dari nol. Infrakstruktur yang dimaksud misalnya adalah jaringan internet kecepatan tinggi, industri elektronika dan manufaktur, dan dukungan politik untuk penelitian dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Meskipun infrastruktur yang diperlukan bukan sebuah proyek mercusuar, tetap diperlukan usaha luar biasa untuk menggabungkan berbagai infrastruktur tersebut untuk membentuk kegiatan penelitian fisika partikel eksperimen yang nyata. Bahkan di negara yang lebih maju dari Indonesia pun hal ini tidak mudah. Misalnya, baru-baru ini ia mendengar bahwa beberapa fisikawan dari National University of Singapore mengajukan proposal untuk bergabung dengan CMS. Namun kemudian mereka menarik kembali proposal ini, karena ada masalah dengan teknis dan pendanaan. Padahal di Singapore aktivitas penelitian dan infrastrukturnya lebih baik daripada Indonesia.
Adapun rencananya ke depan adalah, dalam jangka panjang, ia merencanakan untuk memiliki karier yang mapan dalam bidang fisika partikel eksperimen. Selain fisika partikel eksperimen, ia juga tertarik kepada beberapa bidang yang sangat erat kaitannya dengan fisika partikel, seperti instrumentasi, fisika medis, dan teknologi komputasi grid. Beberapa Bulan terakhir Haryo juga banyak berdiskusi dengan para profesor senior tentang bagaimana meniti dan membina karir dalam bidang fisika. Jalannya ke depan masih panjang dan berat, namun Haryo optimis bahwa ia akan menemukan jalan untuk membuat rencananya menjadi kenyataan. Obsesi lain, ia juga ingin menjadi penulis.
Neil Amstrong, Manusia Pertama yang Mendarat di Bulan Meninggal Dunia
Tag :
Astronomi
,
Tokoh Astronomi
Astronot yang sekaligus menjadi manusia pertama yang mendarat di Bulan,
Neil Armstrong meninggal dunia pada hari Sabtu, 25 Agustus 2012 (waktu
Amerika) atau Minggu, 26 Agustus 2012 (waktu Indonesia). Neil Armstrong
meninggal pada usia 82 tahun setelah menderita komplikasi dan
penyumbatan pembuluh darah koroner. Sebelumnya Neil Armstrong menjalani
operasi bypass jantung pada awal Bulan Agustus.
Sebagai orang pertama yang menjejakkan kaki di Bulan, Neil Armstrong dikenal sebagai pribadi yang rendah hati. Kata-katanya yang paling terkenal saat pertama kali mendarat di Bulan adalah "That's one small step for (a) man, one giant leap for mankind." yang artinya "Itu satu langkah kecil yang dilakukan oleh seseorang tapi lompatan besar bagi umat manusia."
Sebagai orang pertama yang menjejakkan kaki di Bulan, Neil Armstrong dikenal sebagai pribadi yang rendah hati. Kata-katanya yang paling terkenal saat pertama kali mendarat di Bulan adalah "That's one small step for (a) man, one giant leap for mankind." yang artinya "Itu satu langkah kecil yang dilakukan oleh seseorang tapi lompatan besar bagi umat manusia."
Neil Armstrong lahir di Wapakoneta, Ohie pada 5 Agustus 1930. Sejak remaja ia bekerja di sebuah bandara kecil di kota tersebut. Armstrong kemudian mengambil lisensi terbang pada usia 15 tahun dan menerimanya pada usia 16 tahun. Sebagai penerbang Angkatan Laut AS, Ia terbang dalam 78 misi saat perang Korea berlangsung. Armstrong kemudian bergabung dengan NASA pada tahun 1955 dan mendapatkan lisensi sebagai astronot pada tahun 1962. Kemudian ia ditugaskan untuk menjadi pilot pada misi Gemini 8 dan sukses melakukan docking di luar angkasa.
Pada 20 Juli 1969, lebih kurang 500 juta pasang mata melalui siaran televisi berbahagia ketika Neil Armstrong mengatakan bahwa modul Eagle Apollo telah mendarat dengan selamat di permukaan Bulan.
Presiden Amerika Barack Obama mengatakan dalam pidatonya memuji Neil Armstrong dan menyebutnya sebagai "Pahlawan terbesar Amerika" sepanjang masa.